|
|
|
Kalau
benarlah apa yang di katakan oleh Hisyam bin Muhammad bin as-Saib
al-Kalby, bahawa Adam dan Hawa mula pertama diturunkan
Allah ke permukaan bumi, di daerah
pergunungan yang paling subur bernama Gunung Nut, India. Sedang menurut
Ahmad Zaky, Gunung
Nut itu nama aslinya adalah Gunung Rahun,
dimana Adam pertama kali diturunkan. Di sanalah Adam dan Hawa hidup dan
berketurunan.
Di antara keturunan Adam dan Hawa ada yang
hidup berpindah randah, tentu saja dengan tujuan mencari tempat yang
lebih baik,
udara yang lebih nyaman, atau penghasilan
yang lebih mudah mendapatkannya. Dengan jalan begitu, manusia makin lama
makin banyak
jumlahnya, dan daerah yang mereka tempati
semakin luas pula, berkembang ke Timur dan ke Barat, ke Utara atau ke
Selatan. Beberapa
abad kemudian, dunia ini menjadi ramai dan
semakin ramai. Pada abad pertama sampai kelima menurut Said yang diambil
dari perkataan
Qatadah (Sahabat Rasulullah s.a.w.), mereka
boleh dikatakan hidup dalam keadaan aman dan tenteram, dengan
kepercayaan yang
benar sesuai dengan ajaran Adam dan Hawa yang
sangat giat menunjuki akan anak turunan-nya agar jangan sampai tersesat
dan
celaka, seperti apa yang sudah terjadi antara
adik dan kakak yang bernama Qabil dan Habil. Tetapi dalam abad-abad
yang berikutnya,
iaitu kira-kira pada turunan yang kelima atau
keenam dari Adam dan Hawa, mulailah timbul kerosakan dalam kepercayaan
mereka.
Ajaran Adam dan Hawa nenek moyang mereka,
sudah mereka lupakan. Lalu timbullah berbagai-bagai kerosakan, kekacauan
atau perselisihan
antara mereka. Diriwayatkan oleh
Atiyah dari
Ibnu Abbas r.a., bawah manusia di saat wafatnya Adam semuanya baik dan
beriman,
tetapi kemudian hampir seluruhnya menjadi
seperti binatang binatang yang tidak mempunyai akal. Dan karena itulah
Allah lalu
mengutus Nabi-nabi dan Rasul-rasul, untuk
membimbing mereka, dengan memberi khabar gembira dan ancaman. Nabi
pertama yang
diutus Allah, iaitu Nabi Idris a.s. kira-kira
dalam abad keenam sesudah Adam. Tetapi Nabi Idris ini mereka dustakan,
sampai
Nabi Idris ini diangkatkan Allah ke Tempat
Tinggi (wafat). Sepeninggalan Nabi Idris a.s., di antara manusia yang
hidup kafir
dan jahat seperti binatang itu, ada pula
beberapa orang yang hidup secara baik, sehingga mereka dicintai oleh
kaum kerabat
dan orang orang yang ada di sekitar mereka.
Di antara mereka itu ada lima orang yang amat masyhur, iaitu yang
bernama: Wad,
Suwaa, Yaghuth, Yauuq dan Nasr. Menurut
Hisyam, kelima-lima orang yang baik ini mati serentak berturut turut
dalam satu bulan,
sehingga menyebabkan kegemparan yang amat
sangat bagi keluarga dan orang-orang yang mencintai mereka itu. Kemudian
salah seorang
dari kerabat yang sangat cinta mengusulkan
kepada teman-teman dan kaum kerabat, agar bagi kelima orang baik yang
telah meninggal
dunia itu, dibuatkan gambar berupa patung
yang menyerupai mereka, sekadar untuk kenang kenangan supaya melepaskan
teragak
atau rindu hati terhadap masing-masing
mereka. Usul ini diterima orang banyak dengan gembira. Lalu di carilah
orang-orang
yang pandai menggambar dan mematungkannya.
Mereka buatlah lima patung (berhala) yang pertama di dunia ini, yang
masing-masingnya
mereka beri nama dengan nama nama dari orang
yang meninggal itu, iaitu Wad, Suwaa, Yaghuth, Yauuq dan Nasr.
Begitulah, patung-patung
itu sering mereka datangi untuk melihatnya,
mereka hormati, kadang-kadang dengan upacara-upacara tertentu.
Demikianlah terjadi
pada abad pertama.
Menurut
at-Tabary, nama-nama tersebut sesudah ditaarifkan, iaitu
dibahasa-Arabkan, iaitu sesudah dilbranikan dari bahasa aslinya.
Pada abad kedua, cara membesarkan dan
menghormati patung-patung itu makin ditingkatkan. Dalam pada itu
timbullah berbagai
bagai cerita dongeng tentang patung patung
atau berhala berhala tersebut, cerita-cerita yang sangat mempengaruhi
jiwa manusia
yang mendengarkannya. Dalam abad ketiga,
mulalah timbul dogma-dogma, mitos atau kepercayaan-kepercayaan yang
bersifat mistik.
Mereka katakan, bahawa nenek-moyang kita
sampai menghormati patung patung itu, karena dengan penghormatan itu
patung-patung
tersebut dapat mendatangkan manfaat dan
syafaat bagi mereka. Lalu patung-patung itu mereka sembah, mereka
puja-puja. Timbullah
kepercayaan menyembah patung-patung, dan
patung-patung itulah tuhan, kata mereka. Berkata Ibnul Kalby dari
Ibnu Salih,
bahawa menurut Ibnu Abbas r.a. antara Adam
dan Noh adalah 12 abad lamanya. Dan di abad kedua belas sesudah Adam
ini, seluruh
manusia sudah menyembah patung-patung
tersebut. Kerananya Allah lalu mengutus Nabi Noh a.s. untuk memperbaiki
keadaan mereka
yang sudah rosak itu. Menurut al-Quran,
umur Nabi Noh ini 950 tahun. Nabi Noh diutus Allah menjadi Nabi dan
Rasul ketika
berumur 480 tahun, sampai wafatnya, iaitu
dalam masa 500 tahun atau 5 abad lamanya. Nabi Noh a.s. dengan
segiat-giatnya, tanpa
mengenal lelah, siang dan malam,
terus-menerus mencuba membelokkan kaumnya dari kekafiran menyembah
patung-patung tersebut.
Tetapi amatlah sulitnya, terlalu sedikit
hasilnya. Dalam masa 5 abad itu, hanya berhasil mendapatkan pengikut 70
atau 80 orang
saja, yang semuanya terdiri dari orang-orang
yang lemah dan melarat saja. Nabi Noh itu adalah seorang fasih
berkata kata,
tajam pemikiran atau akalnya, dapat menangkis
kalau berdebat, bersifat sabar dan tenang. Sungguhpun begitu, setiap
kali Nabi
Noh membawa mereka kepada menyembah Allah,
maka mereka menentangnya; setiap diperingatkan akan azab dan seksa
Tuhan, mereka
menutup anak telinga masing-masing; saban
diberi khabar suka dengan Syurga Allah, bahkan mereka menyombong dan
mengejek serta
mencuba membantah seruan Nabi Noh. Dengan
sabar dan tak putus asa, Nabi Noh menghadapi mereka. Bukan sekali dua
kali,
bukan dalam waktu sebulan-dua bulan, atau
setahun-dua tahun, tetapi dalam waktu berpuluh, bahkan beratus tahun.
Hampir seluruh
umur yang diberikan Allah kepada Nabi Noh
yang lamanya 950 tahun itu, dipakaikan dengan segiat giatnya untuk
membelokkan kekafiran
kaumnya itu. Dengan kesabaran dan
keterangan-keterangan yang terang dan jelas elas, dengan kepandaian
berkata dan berbicara,
dengan membawakan alasan-alasan yang lengkap.
Langit dan bumi, siang dan malam, laut dan darat, dipergunakan Nabi Noh
sebagai
alasan dan bukti atas keagungan Allah atas
kekuasaanNya, dan atas keesaan Allah.
Sedikit
sekali mereka yang percaya kepada Noh dan mengiakan pelajarannya. Tidak
sesuai dengan jumlahnya manusia, tidak cocok
dengan kegiatan dan kebijaksanaan yang sudah
diberikan Nabi Noh. Tidak lebih jumlah mereka yang menurut ini daripada
80 orang
saja. Yang lain tetap engkar, tidak percaya,
tetap mem-bantah dan membesarkan diri, mengejek dan lain-lain
sebagainya. Reaksi
dari mereka yang engkar itu bukan semakin
berkurang, malah bertambah hebat dan meningkat juga. Mereka berkata
ke-pada Nabi
Noh: Bukankah engkau manusia biasa seperti
kami juga, buat apa kami mengikuti engkau. Kalau diutus kepada kami
seorang Malaikat,
barangkali dapat kami mengikutnya, mengiakan
katanya. Bukankah orang-orang yang mengikuti engkau itu, orang-orang
yang rendah
dan bodoh belaka. Sedangkan kami ini orang
orang yang mulia, berkedudukan dan pekerjaan yang tinggi-tinggi, tidak
mengharapkan
fikiran dan pertolongan orang lain, cukup
kepandaian dan kepintaran Engkau sendiri, ya Noh, bukan lebih dari
kami tentang
harta, tentang akal dan fikiran, tentang
pemandangan, bahkan engkau kami pandang orang yang dusta. Semua itu
dijawab
oleh Nabi Noh dengan jawapan yang tegas
tepat, dengan keterangan-keterangan yang dapat melemahkan dan
mengalahkan hujah mereka:
Dapatkan gerangan kamu memutar jalan matahari
dengan kepandaianmu, atau mencapai bintang dengan tanganmu? Dapatkah
kamu beroleh
terang kalau tidak karena matahari yang
diciptakan Allah. Dapatkah kamu hidup kalau tidak dengan udara yang
dijadikan Allah?
Mereka menjawab lagi dengan sanggahan
yang baru dan dibuat-buat: Kalau engkau benar-benar orang yang mencintai
sesama
manusia, cintailah orang-orang yang telah
mengikutimu itu saja, sedang kami biarkanlah saja, karena kami tidak
akan dapat
mengikuti jejak mereka, kami tidak dapat
menganut agama yang mereka anut yang engkau ajarkan itu, dimana
disamakan sang raja
raja dengan rakyat murba, orang-orang yang
mulia dengan orang yang hina-dina, orang yang kaya dengan orang-orang
yang miskin.
Nabi Noh menjawab: Bahawa agama ini buat kamu sekalian, dengan tidak mengecualikan yang pintar dan yang bodoh, yang jadi
raja dan yang jadi budak, yang berkuasa dan dikuasai, yang kaya dan yang miskin. Debat
ini bertambah sengit juga. Noh
menghadapinya dengan sabar dan tenang saja,
tetapi mereka rupanya telah sempit dada, lalu berkata kepada Noh: Hai,
Noh, engkau
sudah debat kami, dan telah lebih dari cukup
banyaknya, datangkanlah kepada kami (seksa) yang engkau katakan itu,
kalau engkau
orang yang benar.
Nabi
Noh menambah lagi dengan sabar: Sungguh kamu orang-orang yang bodoh
sekali, kamu minta seksaan Allah, bukan rahmat Allah
yang kamu tuntut. Ketahuilah bahawa
Allah kuasa atas tiap-tiap sesuatu. Kalau Allah menghendaki akan
diseksanya kamu, dan
kalau Allah suka datanglah seksaan
itu selekas-lekasnya kepada kamu, dimana kamu pasti menyesal nanti. Sehabis
perdebatan
itu, Nabi Noh selamanya bermunajat
dan berdoa kepada Allah, mengemukakan perasaan hati dan bermohon ampun
atas kelemahannya,
minta petunjuk petunjuk yang baru,
sambil mengeluh dan mengadu. Akhirnya Allah menurunkan wahyu kepada Noh:
Tidak akan beriman
kaummu itu selain orang-orang yang
telah beriman itu, dan janganlah kamu berputus asa atas apa apa yang
mereka perbuat. Sehabis
berjuang dan berusaha, dengan
kesabaran yang ada padanya, akhirnya Nabi Noh berdoa kepada Allah: Ya
Allah, janganlah
dibiarkan tinggal di bumi ini
orang-orang yang engkar seorang pun, sebab kalau engkau biarkan mereka
tinggal, mereka akan
menyesatkan hamba-hambaMu, dan
mereka akan menurunkan turunan yang jahat dan engkar saja. Doa Nabi
Noh ini didengar oleh
Allah, dan dikabulkanNya, lalu
berfirman: Engkau perbuatlah kapal dengan pertolongan dan
petunjuk-petunjuk Kami dan janganlah
engkau pohonkan pertolongan kepadaKu
tentang nasib orang-orang yang zalim itu, mereka semuanya akan
tenggelam. Nabi Noh
mulai membina kapal dengan
mempergunakan kayu dan paku, di suatu tempat dekat kota. Dan tiap orang
yang lalu di tempat itu,
selalu mengejek dan
memperolok-olokkannya dengan berbagai bagai kata dan bicara, Ada yang
berkata: Engkau selama ini, hai
Noh, mendakwakan yang engkau Nabi
dan Rasul; kenapa had ini kami lihat engkau menjadi tukang kayu? Apa
engkau sudah bosan
menjadi Nabi dan ingin menjadi
tukang kayu? Ada pula yang mengejek: Apa gunanya kapal yang engkau
buat itu, sedang di
sini tidak ada laut dan sungai?
Apakah engkau akan tarik dengan lembu kapal itu atau akan engkau
terbangkan di udara? Di
bawah serangan ejekan itu Nabi Noh
terus bekerja dan hanya berkata: Bila kamu tetap mengejek kami, kami
akan mengejek kamu
pula nanti sebagai kamu mengejek
kami ini, dan akan kamu ketahui sendiri nasibnya orang-orang yang kena
seksa itu, sedang
seksaan itu akan terjadi. Noh
dan pengikutnya terus bekerja, sehingga sempurnalah pembikinan kapal
itu. Hanya sekarang
menunggu bagaimana perintah Allah
selanjutnya. Dalam pada itu Tuhan telah mewajibkan kepada Noh, agar bila
seksa itu telah
datang, Noh dan pengikut-pengikutnya
segera naik ke kapal itu, dengan membawa semua orang yang beriman dan
binatang ternaknya
yang berpasang-pasangan. Terbukalah
pintu-pintu langit, sehingga dari langit itu tercurah air
sebesar-besarnya jatuh
ke bumi, sedang dari bumi terpancar
sumber-sumber air yang besar-besar, sehingga dalam sebentar waktu
permukaan bumi digenangi
air banjir yang luar-biasa hebatnya,
menggenangi tanah yang tinggi dan yang rendah. Air banjir semakin naik
juga sehingga
telah mencapai rumah-rumah dan
bukit-bukit, sedang Nabi Noh dan pengikut-pengikut-nya sewaktu itu telah
berada di atas kapal
yang mereka perbuat selama ini. Dengan
kegemparan yang luar biasa, manusia manusia engkar itupun berlompatan
ke sana-sini
tidak keruan tujunya sebagai se
gerombolan keldai dikejuti singa, berteriak melolong lolong,
menghindarkan diri masing-masing
dari bahaya maut, Ada yang naik ke
atas atap rumah rumah tetapi tercapai juga oleh air banjir, ada yang
naik memanjat batang
kayu yang tinggi, tetapi akhirnya
tenggelam juga, ada pula yang berenang menuju ke bukit yang
tinggi-tinggi yang menurut kiranya
tidak akan tercapai oleh banjir yang
bagaimana hebatnya. Ketika Nabi Noh berdiri di tempat yang
tertinggi di atas kapalnya,
mata Nabi Noh terpandang kepada
seorang anaknya yang bernama Kanan, anak yang engkar yang tidak tunduk
kepadanya sedang berjuang
dengan maut menggabai-gabai mencari
tempat yang tinggi. Cinta kepada anak memaksa Noh memanggil anaknya yang
malang itu, panggilan
yang penghabisan: Hai, anakku! Mari
bersama kami, janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir itu !
Seruan yang penghabisan
di saat yang genting begitu rupa
itupun tidak dapat diterima oleh otak dan perasaan anak yang derhaka
itu, karena ia masih
percaya akan dapat menghindarkan
dirinya dari seksaan yang nyata itu dengan kekuatan dan fikiran yang ada
padanya. Seruan
bapaknya itu dijawab dengan sombong
pula: Saya akan mencapai puncak gunung yang tinggi itu, sehingga saya
akan terlepas dari
banjir ini. Noh berkata lagi
kepadanya, ya karena cinta kepada anak sendiri: Hari ini tidak ada yang
dapat melindungi
dari seksa, selain Tuhan Yang Maha
Pengasih. Anak itupun lenyap ditelan ombak yang sedang bergulung gulung,
tinggallah Nabi
Noh melihat dengan sedih dan
berkata: Ya Allah, bukankah anakku itu termasuk keluarga saya sendiri? Allah
menurunkan
ilham kepada Noh, bahawa anak itu
bukan ahlimu lagi dan tidaklah termasuk menjadi keluargamu siapa saja
yang kafir dan derhaka:
Kami hanya berhak menolong orang
orang yang iman saja. Allah ilhamkan pula kepada Noh, agar Nabi Noh
jangan minta minta lagi
kepada Tuhan tentang apa yang tidak
diketahuinya dengan berfirman: Aku ajari engkau (ya Noh) tentang apa
yang engkau masih
jahil. Nabi Noh insaf akan
ajaran yang di terimanya dari Allah lalu menengadahkan kedua telapak
tangannya bersyukur kepada
Allah yang telah memelihara kaumnya
yang beriman terlepas dari seksa, lalu Nabi Noh bermohon ampun atas
segala dosa dan kesalahannya:
Aku berlindung diri kepadaMu,
ya Tuhanku, atas apa-apa yang sudah saya mohon yang saya sendiri tidak
tahu betul, dan
kalau Engkau tidak beri ampun atas
saya, sungguh saya akan tergolong orang orang yang merugi. Banjir
dahsyat dan gelombangnya
yang bergulung itu telah dapat
menelan semua manusia yang engkar. Langit mulai tertutup dan berhenti
mencurahkan air, sedang
bumi telah menghisap semua air yang
ada di atas datarannya. Kapal Nabi Noh terhenti di atas puncak Gunung
Judy yang sampai
sekarang orang-orang pintar sedang
mencari bekas bekasnya. Nuh dan pengikutnya kembali ke
kampung-halamannya menghirup udara
baru yang penuh dengan berkat dan
pertolongan Allah.
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar